Kamis, 08 Mei 2008 | By: Sang Pena Muda

Bajuku Sayang Bajuku Malang

“Jangan!!! Tidak… Tolooong!!!”

“Bret… bret…!”

Sebuah tanktop cokelat muda dirobek secara paksa. Sobekan-sobekannya berserakan di lantai marmer.

Penghuni lemari biru sangat terkejut mendengar jeritan itu. Teriakan itu sangat mereka kenal. Boni! Tak salah lagi. Itu asalah pekikan Boni.

Tapi mengapa? Kenapa? Siapa yang menganiaya Boni? Pakaian dalam lemari biru hanya bisa menebak-nebak. Merka tak tahu jawaban pasti dari pertanyaan yang mereka hadirkan sendiri.

Malam semakin gencar menawarkan kebisuannya. Cahaya perhiasan langit menerobos sela-sela jendela kamar Susan. Gadis itu entah di mana kini. Ruangan tempatnya beristirahat dibiarkan gelap.

Boni adalah salah satu koleksi yang paling disukai Susan. Entah bagaimana reaksinya jika ia tahu Boni tercerai-berai berserakan.

………………..***………………..

“Aaa…”

“Mamiii… Bi Sutiii…,” teriakan Susan membahana. Gadis itu menemukan tanktop

cokelatnya merana di lantai.

“Ada apa, Neng?” ujar Bi Suti tergopoh-gopoh.

“Nih, lihat…! Siapa yang berani-beraninya merobek baju ini?” Susan menunjukkan belahan-belahan tanktop-nya.

“Ng…nggak tahu, Neng.”

“Nggak tahu gimana? Bibi kan, di rumah terus, masa nggak tahu siapa yang masuk ke kamar ini?”

Bi Suti menunduk ketakutan. Susan kalau sudah marah, galaknya minta ampun.

“Ada apa sih, ribut-ribut?” Mami dating menenangkan suasana. Di belakangnya, bersembunyi bocah kecil sepuluh tahnu.

“Ini Mi, ada yang iseng ngerusak baju Susan.”

Mami mengamati sekilas benda yang ditunjukkan ole anak tunggalnya, “Digigit tikus kali, Nak.”

Ih, Mami gimana, sih? Masa di rumah sebagus kita ini ada tikusnya?” protes Susan.

“Ya sudah kalau begitu…nanti Mami ganti, deh. Sudah jangan ribut lagi, ya! Ujar Mami.

Keramaian lalu berakhir. Sepi kembali bertandang tanpa diundang. Kasak-kusuk kini beralih ke lemari biru Susan. Lemari dua pintu dari kayu nomor satu berwarna biru. Pintu pertama terdiri dari tiga rak yang diisi dengan pakaian sehari-hari Susan, sedangkan pinti kadua, didiami oleh koleksi-koleksi pilihan Susan. Mereka bergantungan dengan bantuan hanger. Dari sanalah kini keramaian tercipta.

“Tuh, kalian denger nggak ucapan Susan tadi? Dia marah besar,”ujar babydoll merah jambu yang biasa dipanggil Pinky.

“Iya, denger. Nah, sekarang yang jadi pertanyaan… siapa pelaku kejahatan itu? Kalau menurut analisaku, tidak ada satu pun penghuni rumah ini yang memiliki motif untuk melenyapkan Boni. Bi Suti, kecil kemungkinannya. Dia sudah lama bekerja di sini. Mami juga rasanya tak pantas untuk dicurigai. Masa sih, tega-teganya ngerusak barang anak sendiri. Papi apalagi. Sedangkan Parto dan Udin, apa urusannya. Parto sibuk nyupir, Udin selalu di kebun. Siapa lagi coba yang bisa jadi tertuduh?” Nyet-nyet, kaos abu-abu yang berganbar monyet mengurai analisanya.

“Kalau anak kecil itu, gimana?” Pinky bersuara lagi, “dia juga punya peluang meskipun masih kecil.”

Nyet-nyet berpikir sebentar,”Rasanya, kok mustahil dia bisa melakukan hal seperti itu. Dia baru dua hari berada di sini. Gadis kecil itu kalau nggak salah… namanya Dita. Ia dititipkan sementara di sini akrena keluarganya baru terkena musibah.

“Musibah?! Musibah apaan?!”

“Mana kutahu?! Banjir, kali!”

“Eh, ssst …ssst …ada yang datang!” Twingkel si Gaun Asimetris memperingatkan.

Benar saja, sesorang membuka pitu dan menuju lemari biru. Ternyata, …Susan! Ia meraih kaos ketat belang hitam putih. Sebagai padanannya, Susan memilih jins warna hitam.

“Kawan-kawan …,aku pergi dulu, ya? Daaagh…,” ujar kaos yang biasa dipanggil Belli itu.

“Dagh…,” balas yang lain.

“Hati-hati Bel, met senang-senang.”

Tak lama kemudian, Belli sudah melekat di badan langsing Susan, dan siap menemani ke mana pun gadis itu pergi.

………………..***………………..

“Aaaah …yang bener? Masa, sih?”

“Benar, buat apa aku bohong?”

“Gimana kejadiannya? Cerita dong, Tem. Kamu kan, saksi matanya.”

Lemari biru geger lagi. Salah seorang warga kembali jadi korban. Belli. Ia ditemukan dalamkeadaan tersayat-sayat di kebun belakang.

Belli baru saja dijemur dan lupa diangkat oleh Bi Suti. Seluruh penghuni lemari biru sedih sekaligus takut. Penganiayaan itu ternyata berlanjut. Dan, mungkin belum berhenti sampai di sini.

“Waktu itu, aku sedang tidur-tidur ayam. Habis di lantai dua dingin , sih. Sesosok bayangan bayangan merenggut Belli dari tali jemuran dengan cepat. Aku tidak sempat melihat melihat wajahnya. Lagi pula, keadaan gelap. Lampu belum dinyalakan. Aku Cuma melihat kilatan cahaya keperakan, sepertinta pisau. Mungkin, alat itulah yang dipakai untuk menghabisi Belli,” Jins hitam itu menjelaskan apa yang ia tahu.

‘Wah …sepertinya situasi makin gawat. Nih? Bisa-bisa, kita jadi korban selanjutnya,” tegas Pinky.

“Sepertinya, kita perlu mencurigai Bi Suti. Jangan-jangan, dia sengaja tidak mengangkat Belli. Dia bersekongkol sama pembunuh Belli,” cerocos kemeja kotak-kotak kuning berlengan panjang.

Lalu, semua terdiam. Pernyataan Pinky mengusik alam pikiran pakaian-pakaian itu. Memang betul, bukannya tidak mungkinmereka jadi korban selanjutnya.

Jika ditarik benang merah, memang ada persamaan antara kasus Boni dan Belli. Dua-duanya adalah favorit Susan. Mereka juga sama-sama berjenis kaos. Belli berlengan, sedangkan Boni tidak. Satu hal lagi, Boni dan Belli kalau dipakai ngepas di badan. Inikah penyebab keduanya tewas? Entahlah!

”Heh, kalian tahu tidak? Selain kasus Boni dan Belli, masih ada kejadian menghebohkan lagi di rumah ini …,” sahut Vivi si You Can See.

“Apaan, tuh?”

“Itu ..akhir-akhir ini, banyak majalah, tabloid, dan Koran yang dicorat-coret. Tapi, bagian yang terkena coretan Cuma halaman yang memuat foto atau gambar perempuan seksi, atau berpakaian minim saja. Aneh tidak?”

”Aneh …ya, memang aneh, dan siapa tahu kejadian ini ada hubungannya dengan tragedi yang menimpa teman-teman kita,” sambung Nyet-nyet.

“Coretannya seperti apa, Vi?””Coretannya terdiri dari garis-garis horizontal yang hampir menutupi seluruh tubuh gambar perempuan tersebut. Hanya muka dan telapak tangan yang dibiarkan bersih.”

“Kok, bisa gitu, ya?” gumam Twingkel.

“O …ooo, aku tahu…,” Nyet-nyet berkagak bagai detektif yang sedang menyelidik.

“Tahu apa?” ujar yang lain.

“Musibah yang menimpa teman kita dan corat-coret gambar tersebut ada kesamaan, yaitu sama-sama menimpa perempuan.”

“Yeee …perempuan apaan? Kita kan, bukan manusia!”

“Eh …dengar dulu, main potong aja. Belli dan Boni itu baju perempuan, sedangkan yang dicorat-coret adalah gambar perempuan. Nah …sama,kan? Terus, persamaan yang kedua, Belli maupun Boni adalah pakaian yang bisa membuat pemakainya terlihat seksi, bahenol, etc, de-el-el, dan gambar yang dicoret juga foto perempuan aduhai.Jadi, kemungkinan pelaku dua masalah ini sama. Dia adalah orang yang tidak suka dengan keseksian. Maka, kita harus hati-hati. Aku bukan nakutin, lho! Setiap detik, kita bisa saja jadi mangsa beikutnya sebab hampir seluruh pakaian di lemari ini adalah pakaian seksi,” Nyet-nyet mengakhiri analisanya dengan senyum bangga.

Lalu, hening hadir sesaat, sebelum jerit pekik ketakutan bergema di seluruh lemari.

………………..***………………..

“Duh …, Susan mana, ya/?Kok, akhir-akhir ini dia jarang sekali berada di rumah?”

“Kamu tidak tahu ya, Pink? Sekarang ini, Susan sedang sibuk ikut audisi iklan sabun mandi.”

“ Iklan sabun mandi? Buka-bukaan, dong?”

“la …iya, la…hai. Jarang-jarang, iklan sabun tutup-tutupan, apalagi adegan mandinya,” tukas Twingkel mengomentari omongan Pinky.

Beberapa hari ini, kamar Susan memang sering gelap-gelapan. Paling cepat, baru pukul 21.00, penghuni kamar bisa menikmsti terang.

Warga lemari biru mempermasalahkan hal ini. Bahaya selalu menghantui mereka setiap saat. Sejak Nyet-nyet sok berhipotesa, mereka jadi waswas. Keamanan kurang terjamin saat ini.

Kreeek …

Pintu kamar terbuka pelan. Langkah-langkah halus menapaki lantai marmer.

Penghuni lemari biru curiga, langkah itu mendekati rumah mereka. Pintu terkuak. Dan …sret …sret …bret!

“Ah …Adauw …!”

“Tolooong …!!!”

“Aduh, …sakit, nek …”

“Auwww …!”

Seluruh pakaian panik. Tangan yang bersenjatakan gunting, membabat secara acak dan membabi buta. Pakaian-pakaian itu ditarik, dirobek, dan dirusak tanpa kasihan sedikit pun.

Pinky dan teman-temannya tidak bisa berbuat banyak. Mana bisa mereka melawan? Mereka hanya mengaduh, menjerit, dan menangis kesakitan.

“Huuu …uuu …badanku hancur!”

“Kejam! Kejam …!

“Siapa pun yang mendengar, tolooong …!”

Ctet!!!

Lampu menyala.

Susan masuk ke dalam kamar dan membuat ruangan terang benderang. Ia terkejut setengah mati.

“Hei Dita, apa yang kamu lakukan?” Susan terpana mendapati pakaiannya rusak berantakan. Ia menghampiri sepupunya itu.

Dita menatap Susan dengan sorot tajam. Gunting ukuran besar dihunuskannya ke arah Susan.

“Apa-apaan kamu, Dita?” Susan belingsatan.

Ditaterus berjalan menuju Susan. Sebuah kekuatan seolah menguasai gerak dan pikiran Dita. Cahaya lampu mengilaukan senjatanya.

“Hentikan, Dita! Hentikan!!!”

Dita tak peduli. Ia malah memamerkan seringai jahatnya.

“Mami …? Bi Suti …? Parto …?”

Sreeet …Dita mulai mengibaskan guntingnya. Susan melompat ke atas ranjang. Ia merapat ke sudut tembok.

Tubuh kecil Dita, ternyata lebih cekatan. Ia berhasil mencengkam gaun asimetris yang dikenakan Susan.

Susan ketakutan. Ia tak pernah berpikir kalau sepupu kecilnya ini bisa ganas luar biasa.

Dita mengangkat guntingnya tinggi-tinggi.

Brak! Di saat genting, pintu terbanting. Rupanya, Mang Udindan bi Suti. Dengan sigap, Mang Udin segera naik ke atas ranjang. Tukang kebun itu mencekal pergelangan tangan Dita yang memegang senjata.

“Bi, ambil tali. Bocah ini harus diikat. Cepat”

Bi Suti yang sejak masuk tadi melongo, gelagapan dan segera bergegas menuruti perintah Mang Udin.

Lima belas menit kemudian, suasana mulai tenang. Mang Udin, Bi Suti, dan Susan berhasil mengikat Dita. Kini, bocah itu tersedu-sedu. Mulut kecilnya bertutur diantara pilu.

“Huhuhu …uuuuuu …Dita benci! Dita benci pakaian-pakaian itu! Gara-gara mereka, Kak Rina disakiti orang! Kak Rina masuk rumah sakit …Huhuhu … uuuuuu….”

Susan menatap iba. Ia teringat Rina, kakak Dita yang sebaya dengannya. Gadis itu diperkosa segerombolan preman. Rina shock berat dan harus dirawat dirumah sakit.

Dita adalah saksi mata peristiwa itu. Ia nyaris menjadi korban.

Satu kebiasaan Rina yang sama dengan Susan, yaitu suka mengenakan busana minim, kurang bahan. Satu hal yang kini sangat dibenci Dita.

Ah, tapi bukan salah Rina juga, kan? Laki-lakinya aja yang mata keranjang, nggak bisa lihat yang seksidikit, main hantam aja, bisik hati Susan menolak pernyataan Dita.

Dari tumpukan pakaian yang sobek, Twingkel berkata lirih, “Bukan mau kami tercipta begini. Kami terlahir karena kreasi manusia dan karena keinginan untuk tampil cantik pada setiap mata. Andai bisa memilih, aku lebih senang menjadi pakaian panjang penutup badan Aku hanya sehelai kain pada mulanya. Manusialah yang mengubah kami. Jadi, jangan pernah menyalahkan kami,” Twingkel mengakhiri ucapannya, sekaligus kehidupannya. Baik-buruk selalu tersedia. Tinggal manusia memilih yang mana.

………………..SELESAI………………..

Karya : Koko Nata Kusuma

Dikutip dari : My Love( KUMPULAN CERITA ISLAMI)

0 komentar: